IDNSaham, Jakarta 11 Februari 2024 – Pemilu 2024 menjadi sorotan publik setelah munculnya film dokumenter yang mengungkap dugaan kecurangan yang terjadi di dalamnya. Film dokumenter yang berjudul Dirty Vote ini dirilis pada tanggal 11 Februari 2024, hari pertama masa tenang pemilu, dan langsung menuai reaksi dari berbagai pihak.
Film ini menampilkan fakta-fakta yang mengejutkan tentang bagaimana berbagai instrumen kekuasaan digunakan untuk memanipulasi hasil pemilu, yang seharusnya menjadi pesta demokrasi bagi rakyat Indonesia. Film ini juga mengedukasi masyarakat tentang hukum tata negara dan hak-hak konstitusional mereka sebagai warga negara.
Berikut adalah beberapa fakta menarik tentang film dokumenter Dirty Vote yang wajib Anda tonton:
1. Mengambil Momentum 11.11
Film dokumenter Dirty Vote sengaja dirilis pada tanggal 11 Februari 2024, yang bertepatan dengan hari pertama masa tenang pemilu. Film ini juga disiarkan pada pukul 11.00 WIB di kanal Youtube, yang merupakan waktu yang strategis untuk menarik perhatian masyarakat.
Mengapa 11.11? Ternyata, angka ini memiliki makna simbolis bagi produser film, Joni Aswira. Menurutnya, angka 11.11 adalah angka yang sering dikaitkan dengan keberuntungan, kesempatan, dan harapan. Ia berharap, film ini dapat menjadi pemicu bagi masyarakat untuk lebih kritis dan sadar akan hak-hak mereka dalam pemilu.
2. Pencerahan dari 3 Pakar Tata Negara
Film dokumenter Dirty Vote tidak hanya menyajikan fakta-fakta yang menggemparkan, tetapi juga memberikan edukasi yang mendalam tentang hukum tata negara dan demokrasi. Film ini disampaikan oleh tiga ahli hukum tata negara yang berpengalaman dan kredibel, yaitu Zainal Arifin Mochtar, Bivitri Susanti, dan Feri Amsari.
Ketiganya menjelaskan dengan lugas dan jelas, bagaimana berbagai instrumen kekuasaan, seperti Komisi Pemilihan Umum (KPU), Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), Mahkamah Konstitusi (MK), dan aparat penegak hukum, telah digunakan untuk tujuan meraih kemenangan pemilu meskipun prosesnya melanggar hingga menghancurkan tata kelola demokrasi.
3. Biaya Produksi Patungan
Film dokumenter Dirty Vote merupakan hasil dari kolaborasi lintas organisasi masyarakat sipil (CSO) yang peduli dengan isu demokrasi dan pemilu. Film ini juga didasarkan pada hasil riset kecurangan pemilu yang selama ini dikerjakan oleh koalisi masyarakat sipil.
Biaya pembuatan film ini dikumpulkan melalui penggalangan dana, donasi individu dan lembaga. Produser film, Joni Aswira, mengatakan bahwa biaya produksi film ini tidak besar, tetapi cukup untuk membuat film yang berkualitas dan bermakna.
“Biayanya patungan. Kami tidak mengambil untung dari film ini. Kami hanya ingin menyampaikan pesan kepada masyarakat bahwa pemilu adalah hak mereka, dan mereka harus melindunginya dari segala bentuk kecurangan,” ujarnya.
4. Digarap dengan Waktu Singkat
Film dokumenter Dirty Vote dibuat dengan waktu yang sangat singkat, yaitu sekitar dua minggu. Proses pembuatan film ini meliputi riset, produksi, penyuntingan, hingga rilis. Waktu yang singkat ini menunjukkan betapa mendesaknya isu yang diangkat oleh film ini.
“Kami harus melakukan pekerjaan ini dengan cepat dan sangat teliti, karena kami sadar bahwa waktu adalah merupakan hal yang penting. Kami ingin film ini bisa ditonton oleh masyarakat sebelum pemilu berlangsung, agar mereka bisa lebih waspada dan berhati-hati dalam menggunakan hak pilih mereka,” kata Joni.
5. Libatkan 20 Lembaga
Film dokumenter Dirty Vote melibatkan 20 lembaga yang bergerak di bidang demokrasi, lingkungan, anti korupsi, hak asasi manusia, dan lain-lain. Lembaga-lembaga ini memberikan dukungan baik secara materi, data, maupun sumber daya manusia.
Film ini melibatkan 20 lembaga dari berbagai bidang seperti Aliansi Jurnalis Independen (AJI), Bangsa Mahardika, Ekspedisi Indonesia Baru, Ekuatorial, Fraksi Rakyat Indonesia, Greenpeace Indonesia, Indonesia Corruption Watch, Jatam, Jeda Untuk Iklim, KBR, LBH Pers, Lokataru, Perludem, Salam 4 Jari, Satya Bumi, Themis Indonesia, Walhi, Yayasan Dewi Keadilan, Yayasan Kurawal, dan YLBHI.
Film dokumenter Dirty Vote adalah film yang berani dan penting untuk ditonton oleh seluruh masyarakat Indonesia. Film ini mengajak kita untuk lebih kritis dan sadar akan hak-hak kita sebagai warga negara, dan tidak diam terhadap segala bentuk kecurangan yang mengancam demokrasi kita.